Rabu, 07 Maret 2012

PERUBAHAN SOSIAL BUDAYA


BAB I PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Perubahan sosial budaya adalah sebuah gejala berubahnya struktur sosial dan pola budaya dalam suatu masyarakat. Perubahan sosial budaya merupakan gejala umum yang terjadi sepanjang masa dalam setiap masyarakat. Perubahan itu terjadi sesuai dengan hakikat dan sifat dasar manusia yang selalu ingin mengadakan perubahan. Hirschman mengatakan bahwa kebosanan manusia sebenarnya merupakan penyebab dari perubahan. Dalam suatu proses modernisasi, suatu proses perubahan yang direncanakan, melibatkan semua kondisi atau nilai-nilai sosial dan kebudayaan secara integratif. Atas dasar ini, semua fihak, apakah tokoh ? Tokoh masyarakat, formal atau non-formal, anggota masyarakat lainnya, apakah dalam skala individual atau pun dalam skala kelompok, seyogianya memahami dan menyadari, bahwa, manakala salah satu aspek atau unsur sosial atau kebudayaan mengalami perubahan, maka unsur-unsur lainnya mesti menghadapi dan mengharmonisikan kondisinya dengan unsur-unsur lain yang telah berubah terlebih dulu.
 Oleh karena itu mesti memahami dan menyadari bahwa sistem nilai yang berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan ada yang berkualifikasi norma (norm) dan nilai (value). Di mana norma skala keberlakuannya tergantung pada aspek waktu, ruang (tempat, dan kelompok sosial yang bersangkutan; sedangkan nilai (value) skala keberlakuannya lebih universal. Dalam tatanan masyarakat yang maju atau modern, maka nilai-nilai sosial dan kultural yang bersifat universal mendominasi dan mengisi semua mosaik kehidupan masyarakat yang bersangkutan.
B.     Rumusan Masalah
1.    Apa yang dimaksud dengan Teori Perubahan Sosial?
2.    Bagaimana terjadinya Proses Perubahan Sosial?
3.    Mengapa terjadi Fenomena Sosial  Budaya?
4.    Apa pengertian Masyarakat dan kebudayaan?
5.    Bagaiamana aneka Ragam Kebudayaan Indonesia?
6.    Pengertian Modernisasi?
7.    Mengapa Teknologi Merupakan Produk Budaya?
8.    Pengertia peradaban dan Perubahan Sosial??


BAB II PEMBAHASAN
PERUBAHAN SOSIAL DAN BUDAYA
A.    Teori Perubahan Sosial
1.      Teori Evolusioner
Semua teori evolusioner menilai bahwa perubahan sosial memiliki arah tetap yang dilalui oleh masyarakat. Semua masyarakat itu melalui urutan pertahapan yang sama dan bermula dari tahap perkembangan awal menuju ketahap perkembangan terakhir. Disamping itu, teori-teori evolusiner menyatakan bahwamanakala tahap terakhir telah dicapai, maka saat itu perubahan evolusioner pun berakhir.
Auguste Conte (1798-1857), seorang sarjana perancis yang kadangkala disebut sebagai pendiri sosiologi, melihat adanya tiga tahap perkembangan yang dilakukan oleh masyarakat : 1) tahap teologis (Theological stage), yakni tahap dimana masyarakat yang percaya dan merasa dikelilingi kekuatan-kekuatan gaib adikodrati (supernatural); 2) tahap metafisik (methaphysical stage) , yakni tahap peralihan dimana kepercayaan terhadap unsur kodrati digeser oleh prinsip-prinsip abstrak yang berperan sebagai dasar perkembangan budaya; dan 3) tahap positif atau tahap ilmiah (positive or scientific stage), dimana masyarakat diarahkan oleh kenyataan empirik yang didukung oleh prinsip-prinsip ilmu pengetahuan.
Herbert Spencer (1820-1930) adalah sarjana inggris yang menulis buku pertama berjud ul Prinsip-prinsip sosiologi. Sebagaimana halnya dengan kebanyakan sarjana pada masanya, spencer tertarik pada teori evolusi organisasinya Darwin dan ia melihat ada persamaan dengan evolusi sosial- peralihan masyarakat melalui serangkaian tahap yang berawal dari tahap kelompok suku yang homogen dan sederhana ke tahap masyarakat modern yang kompleks. Spencer menerapkan konsep “yang terkuatlah yang menang”-nya. Darwin terhadap masyarakat. Ia berpandangan bahwa orang-orang yang cakap dan bergairah (energik) akan memenangkan perjuangan hidup, sedang orang-orang yang malas dan lemah akan tersisih. Pandangan ini kemudian dikenal sebagai ‘Darwinisme sosial’ dan banyak dianut oleh golongan karya.
2.      Teori Siklus
Para penganut teori siklus melihat adanya sejumlah tahap yang harus dilalui oleh masyarakat, dan mereka berpandangan bahwa peralihan masayarakat bukan terakhir pada tahap “terakhir” yang sempurna melainkan berputar kembali kepada tahap awal untuk peralihan selanjutnya.
Oswald spengler, seorang ahli filsafat jerman berpandangan bahwa setiap peradaban besar mengalami proses pentahapan kelahiran, pertumbuhan, dan keruntuhan. Proses perputaran memakan waktu sekitar seribu tahun.
3.      Teori Fungsional dan Teori Konflik
Teori fungsional penerimaan perubahan sebagai suatu yang konstan dan tidak memerlukan ‘penjelasan’. Perubahan dianggap mengacaukan keseimbangan masyarakat. Proses pengacauan berhenti pada saat perubahan tersebut telah diintegrasikan kedalam kebudayaan. Perubahan yang ternyata bermanfaat (fungsional) akan diterima sedangkan perubahan lain yang terbukti tidak berguna (disfungsional) akan ditolak.
Teori konflik mengikuti pola perubahan evolusioner marx. Teori konflik menilai bahwa yang konstan adalah konflik sosial bukan perubahan. Perubahan hanyalah akibat dari adanya konflik tersebut. karena konflik berlangsung terus menerus, maka perubahan pun demikian adanya. Perubahan menciptakan kelompok baru dan kelas sosial baru. Konflik antar kelompok dan antar kelas sosial melahirkan perubahan berikutnya. Setiap perubahan tertentu menunjukan keberhasilan kelompok atau kelas sosial pemenang dalam melaksanakan kehendaknya terhadap kelompok lain.
B.     Proses Perubahan Sosial
William F. Ogburn merupakan ilmuan pertama yang melakukan penelitian terinci tentang perubahan sosial. Ada beberapa faktor yang mendorong terjadinya perubahan sosial seperti adanya penemuan, invensi, dan difusi. Penemuan merupakan persepsi manusia yang dianut secara bersama, mengenai suatu aspek kenyataan yang semula sudah ada. Penemuan baru akan menjadi faktor sosial jika sudah didaya gunakan. Invesi sering disebut sebagai kombinasi baru atau cara pengetahuan yang sudah ada. Pada tahun 1895 George selden mengkombinasikan mesin gas cair, tangki gas cair, gigi persteling, kopeling, tangaki kemudi (stir), dan badan kereta, kemudian mematenkan mesin aneh tersebut sebagai mobil. Tidak satupun dari semua benda tersebut yang baru diciptakan. Satu-satunya yang baru adalah pengguanaan segenap alat itu dengan cara menggabung-gabungkannya. Hak paten selden mendapat kecaman dan pada akhirnya hak patennya dicabut kembali oleh badan pengadilan dengan alasan bahwa ide pengkombinasian alat-alat tersebut bukanlah ide asli selden.
Invensi dapat dibagi menjadi dua klasifikasi yaitu invensi material (misalnya busur dan anak panah, telepon dan pesawat terbang) dan invensi sosial (misalnya abjad, pemerintahan konstitusional dan perusahaan).
Masyarakat yang paling inventif lainnya manemukan sendiri sebagian dari seluruh inovasi yang ada dalam masyarakat itu. Kebanyakan perubahan sosial pada masyarakat yang dikenal merupakan hasil dari proses difusi, yakni penyebaran unsur-unsur budaya dari suatu kelompok kekolompok lainnya. Difusi berlangsung baik didalam masyarakat maupun antar masyarakat. Musik jazz berawal dari kalangan pemusik kulit hitam New Orleans, kemudian menyebar kekelompok-kelompok lain yang ada dalam masyarakat.
C.    Fenomena Sosial  Budaya
Fenomena sosial budaya saling terkait satu dengan yang lain, keduanya dapat dibedakan, tetapi tidak terpisahkan. Struktur sosial masyarakat dan kebudayaan adalah suatu konteks, suatu lingkungan dan segala sesuatu yang berada di dalamnya dapat dimengerti. Masyarakat dengan kebudayaannya menjelaskan citra orang tentang ciri-ciri kepribadian yang diinginkan dan diupayakan realisasinya.
Masyarakat Indonesia sangat heterogen secara sosiokultural, tingkat perkembangan mereka, dan respon mereka terhadap berbagai fenomena kehidupan internal dan eksternal. Setiap orang pada dasarnya adalah suatu kesatuan bio-psiko-sosio-kultural. Kesatuan bio-psiko-kultural hanya dapat berkembang di dalam konteks sosio-kultural. Salah satu cara memperoleh informasi konteks-sosio-kultural adalah mempelajari hasil-hasil kajian sosioantropologi umumnya dan sosioantropologi pendidikan khususnya.
Seperti telah umum diketahui, masyarakat dipelajari oleh berbagai disiplin ilmu: sosiologi, sejarah, ekonomi, demografi, antropologi, ilmu politik, dan psikologi sosial. Masing-masing mempelajari masyarakat dengan tujuan dan sudut pandang yang berbeda sehingga suatu disiplin ilmu sosial tak akan mampu mengungkap semua realitas masyarakat, apalagi mengklaim hasil kajiannya mewakili upaya menjelaskan dan memahami masyarakat.
Kajian sosiologi memiliki dua tingkatan, yaitu kajian mikro (sosiologi mikro) dan kajian makro (sosiologi makro) (Smelser, 1984: 7-8). Yang pertama memusatkan diri pada individu di dalam interaksi sosial antar pribadi. Yang kedua menekankan pada pola atau sistem perilaku yang menjadi tumpuan untuk memahami masyarakat secara keseluruhan. Didalam melakukan kajian sosiologik, fenomena sosial yang ada dapat didekati dengan merangkai kombinasi dari berbagai dimensi. Smelser (1984, 4-6) mengajukan lima komponen yaitu dimensi demografik, dimensi psikologik, kolektif, hubungan, dan kultural.
Dimensi demografik melihat fenomena sosial terdiri atas pengelompokan orang menurut pola kelahiran, kematian, migrasi dan lain-lain yang berpengaruh terhadap fenomena sosial yang ada. Dimensi psikologik memberikan bahan bagaimana memahami fenomena sosial dengan memperhatikan makna pribadi yang terlibat, misalnya yang berkaitan dengan berpikir, motivasi, reaksi emosional, kecakapan sosial, sikap sosial dan jati diri. Dimesi kolektif akan membantu memahami perilaku di dalam kelompok di masyarakat. Misalnya kerjasama, persaingan dan bahkan konflik antar kelompok. Dimensi hubungan sosial seperti terdapat di dalam kajian, tentang peranan sosial merupakan hal yang perlu diperhatikan dalam kajian sosiologik, misalnya berkembangnya struktur sosial di dalam suatu birokrasi atau organisasi. Yang terakhir adalah Dimensi kultural. Ahli sosiologi dapat mengkaji masyarakat secara utuh meliputi hal-hal yang berkaitan dengan aturan dan sistem nilai yang mengatur perilaku individu berhubungan dengan individu ataupun kelompok lain. Konsentrasi penggunaan dimensi tertentu dipilih berdasarkan relevansinya dengan kajian sosiologi yang dikerjakan.Para calon pendidik professional, terutama guru dan pemberi atau penyedia pelayanan pendidikan, perlu memiliki pengetahuan dan pemahaman tentang masyarakat tempat tugas tersebut dikerjakan. Mereka perlu mngetahui dan memahami realitas sosial dan realitas budaya beserta manifestasnya di dalam berbagai fenomena sosio-kultural, baik yang dapat diamati secara langsung maupun yang tak teramati, lebih-lebih yang berhubungan dengan terjadinya proses pendidikan, yaitu suatu proses mengembangkan kepribadian.
D.    Masyarakat dan kebudayaan
Pada kelompok masyarakat terjadi interaksi social dalam memenuhi tuntutan kehidupan, mulai dari kebutuhan yang paling mendasar seperti makan-minum, dorongan biologis, keamanan  terhadap tantangan alam (cuaca, binatang buas, bencana, dll) sampai pada kebutuhan  aktualisasi diri serta kebutuhan yang lebih tinggi tingkat derajatnya. Dalam menjalin situasi yang demikian, baik melalui proses alamiah dari tuntunan tersebut maupun atas dasar kesepakatan, tumbuhlah nilai, norma, kelaziman, dan aturan-aturan lain yang menjamin berlangsungnya interaksi social di lingkunagn yang bersangkutan.
Pada masyarakat sederhana  bagaimanapun, interaksi social, tuntutan kebutuhan, tantangan alam, dan tantangan kehidupan pada umumnya selalu melekat pada diri masyarakat yang bersangkutan. Oleh karena itu pertumbuhan dan perkembangan karya,cipta, rasa dan karsa selalu terjadi.  Dengan kata lain, pada masyarakat tersebut berkembang kebudayaan yang menjadi ciri dan jati diri nya.
Sejarah mencatat bahwa masyarakat manusia mengalami tahap-tahap kehidupan mulai dari masyarakat ekonomi peramu sederhana (simple food gathering economics), ke masyarakat ekonomi peramu lebih maju (advance food gathering economics), berikutnya masyarakat ekonomi  pertanian sederhana (simple agriculture economics), selanjutnya masyarakat ekonomi pertanian lebih maju (advance agriculture economics), dan akhirnya masyarakat ekonomi industry (industrial economics. Perkembangan tersebut terkait dengan perkembangan upaya manusianya memanfaatkan akal mereka (budaya)dalam memenuhi tuntutan kebutuhan dan tantangan alam lingkungan yang menyediakan sumber daya serta yang menjadi ruang hidup pada umumya.
Perlu mendapatkan catatan khusus berkenaan dengan penemuan dan penggunaan api. Penggunaan api ini membawa dampak positif terhadap perkembangan kebudayaan selanjutnya. Budaya masak-memasak, kerajinan tembikar, berakar dari pemanfaatan api ini.  Pemanfaatan api,penemuan dan penggunaan alat-alat, serta senjata membawa dampak kemajuaan budaya dan ekonomi.
Berdasarkan pembahasan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa kebudayaan itu melekat dengan masyarakat.Kebudayaan merupakan suatu sistem yang kait-mengait, baik dengan perkembangan waktu maupun dengan lokasinya di muka bumi.Perkembangan dan kemajuan kebudayaan suatu masyarakat, tidak lepas dari kemajuan yang di alami oleh masyarakat yang lainnya.Kebudayaan dengan masyarakatnya merupakan sistem terbuka (open system), apalagi dalam abad informasi yang sedang kita alami dewasa ini.
E.     Aneka Ragam Kebudayaan Indonesia
Masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang majemuk, multikultural, multi etinik yang menyebar di gugus-gugus kepulauan di persilangan jalan antara benua Asia-Australia dan persilangan jalan antara Samudra Indonesia dan Lautan Pasifik, karena adanya proses migrasi dan mobilitas penduduk dan kontak perdagangan, agama, dan kebudayaan sepanjang                 sejarah yang kita kenal. Budaya Indonesia sedang dalam pengembangan di tengah-tengah budaya etnik yang hidup di masyarakat bersamaan terus berlangsungnya kontak dengan budaya dunia. Fenomena ini perlu diamati dan dikaji oleh para calon pendidik.              .
Harysa Bachtiar (1985: 3-4) memberikan gambaran adanya 4 jenis sistem budaya di Indonesia yaitu:
1.      Jenis sistem budaya etnik pribumi yang disebut juga sistem adat
2.      Sistem budaya agama besar yang berbeda dengan sistem yang pertama, dan mereka berasal dari luar Indonesia
3.      Sistem budaya Indonesia yang menaungi kelompok pribumi dan kelompok non pribumi
4.      Sistem budaya majemuk yaitu sistem budaya asing
Sistem budaya etnik yang memiliki pendukung relative besar adalah etik Jawa, Sunda, madura, Minangkabau, Bugis, Batak, Bali, Dayak, Toraja dll. Setiap budaya etnik memiliki sistem nilai berbeda satu sama lain. Sistem budaya agama besar meliputi agama Islam, Katolik, Protestamn, Hindu, budha dan Kong Fue Tse.Agama dan budaya agama ini bertemu dengan budaya etnik dan saling melakukan penetrasi membangun adonan yang bervariasi pula.
Sistem budaya ini mempengaruhi pola perkembangan baik budaya etnik maupun budaya agama besar yang ada, terutama oleh adanya  kebijakan pemerintah dari waktu ke waktu. Sistem budaya asing sekuler terus berkontak dengan sistem-sistem budaya yang ada di Indonesia dan sedikit banyak akan berpengaruh terhadap sistem-sistem budaya yang ada lewat kemajuan tegnologi komunikasi, transportasi, dan aneka kontak antar bangsa lainnya. Hal ini perlu dipelajari dan dipahami terutama dampaknya terhadap sistem perilaku (kepribadian) yang berkembang di Indonesia.
F.     Modernisasi
Perubahan social dan pembangunan pada umumnya yang bermakna dan bernilai positif, berlangsung menuju kearah kemajuan dan pembaharuan. Proses demikian dapat dikonsepkan sebagai modernisasi. Menurut Prof. Koentjaraningrat (1990: 140-141) secara singkat, modernisasi tidak lainadalah “usaha untuk hidup sesuai dengan zaman dan konstelasi dunia sekarang”. Anthony D.S mith(1973:63) mengemukakan “modernisasi merupakan proses yang dilandasi oleh seperangkat rencana dan kebijakan yang disadari untuk mengubah masyarakat ke arah kehidupan masyarakat konteporer  yang menurut pemikiran para pemimpin lebih maju dalam derajat kehormatan tertentu”, “modernisasi merupakan proses mengangkat kehidupan, suasana batin yang lebih baik dan lebih maju daripada kehidupan yang sebelumnya, suasan akehidupan yang serasi dengan kemajuan zaman”.
Pada akhirnya, proses modernisasi ini akan menghasilkan “manusia moderen”. Menurut hipotesis Alex Inkeles (Myron Weiner, editor: 1966: 90-93), manusia modern itu memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
1.      Memiliki kesedian menerima pengalaman-pengalaman baru dan memiliki sifat keterbukaan terhadap pembaharuan serta perubahan.
2.      Mempunyai kesanggupan mengajukan pendapat tentang berbagai persoalan, baik dari lingkungan yang dekat maupun yang jauh.
3.      Memiliki pandangan jauh kemasa yang akan dating ataupun keadaan yang sedang berlangsung.
4.      Memiliki rencana dalam kehidupan dan kerja sebagai suatu hal yang wajar.
5.      Memiliki keyakinanakan kempuan manusia dapat belajar untuk memanfaatkan diri sendiri dan alam lingkungannya.
6.      Memiliki keyakinan bahwa “suatu keadaan dapat diperhitungkan”
7.      Memiliki kesadaran akan harga diri.
8.      Memiliki kesadaran akan kemajuan IPTEK
9.      Memilki kepercayaan akan keadilan, baik penghargaan maupun ganjaran atau hukuman, wajib diberikan kepada seseorang sesuai dengan perilaku, perbuatan, dan tindakannya.
Selanjutnya Alex Inkeles mrnyatakan bahwa dari sekian banyak factor yang mempengaruhi tingkat kemodernan seseorang, factor pendidikan paling utama.Pendidikan menempati kedudukan, fungsi, dan peranan sangat penting serta bermakna dalam meningkatkan derajat kemoderenan orang yang bersangkutan.
G.    Teknologi Merupakan Produk Budaya
kebudayaan merupakan milik otentik umat manusia, sedangkan iptek tidak lain adalah hasil perkembangan kebudayaan. Sehingga iptek merupakan bagian yang melekat pada diri umat manusia tadi. Antara kebudayaan dengan iptek, tidak hanya berkaitan satu sama lain, melainkan juga terdapat hubungan yang timbal balik. Kemajuan pemikiran manusia dalam bentuk kemajuan kebudayaan, mendorong majunya iptek, dan kebalikannya, kemajuan dalam bidang iptek menjadi pemacu kemajuan kebudayaan.
Iptek sebagai produk budaya, dalam pengembangan dan penerapannya, menuntut tanggung jawab.Penerapan dan pemanfaatannya itu wajib di arahkan kepada peningkatan kesejahteraan hidup termasuk kelestarian alam lingkungan nya, bukan justru sebaliknya untuk membunuh umat manusia serta merusak alam lingkungan tadi.
H.    Peradaban dan Perubahan Sosial
Kebudayaan lahir beriringan dengan lahirnya masyarakaat manusia. Dengan demikian, jika masyarakat manusia itu telah lahir sekitar satu atau dua juta tahun yang lampau, setua itu pulalah usia kebudayaan.
Dari mulai terjadinya kebudayaan samapi saat ini, kebudayaan itu telah mengalami proses perkembangan secara bertahap-berkesinambungan  yang kita konsepkan sebagai “evolusi kebudayaan”. Evolusi kebudayaan ini berlangsung sesuai dengan perkembangan budidaya atau akal-pikiran manusia dalam menghadapi tantangan hidup dari waktu ke waktu. Kebudayaan merupakan suatu kontinum bertahap ke arah  yang makon kompleks, bukan merupakan suatu kumulasi. Pada tahap-tahap perkembangan itu, masyarakat dengan kebudayaan mencapai beradapan tertentu.
Berdasarka suatu konsep, peradaban tidak lain adalah perkembangan kebudayaan yang telah mencapai tingkat tertentu yang di cirikan oleh taraf intelektual, keindahan, teknologi, dan spiritual tertentu yang di peroleh manusia sebagai pendukungnya.
Masyarakat yang mencapai tingkat modern, bukan dikatakan kebudayaan modern, melainkan peradapan modern.  Suatu masyarakat yang telah mencapai peradapan tertentu, berarti telah mengalami evolusi kebudayaan yang lama dan bermakna sampai tehap tertentu yang di akui tingkat IPTEK dan unsur-unsur budaya lain. Dengan demikian, masyarakat tadi telah mengalami proses perubahan social yang berarti, sehingga taraf kehidupannya makin kompleks. Perubahan segala aspek kehidupan, tidak hanya dialami, dihayati, dan dirasakan oleh anggota masyarakat, melainkan telah di akui serta didukungnya. Jika proses tersebut telah terjadi demikian, maka dapat dikatakan masyarakat itu telah mengalami “perubahan sosial”. Pada masyarakat tersebut, struktur, organisasi, dan hubungan social telah mengalami perubahan.
Menurut definisi dari Fairchild dan kawan-kawan  (1980: 277) bahwa perubahan social diartikan sebagai variasi atau modifikasi dari sesuatu kemajuan, pola, atau bentuk social. Istilah yang komperehensif yang menunjukkan hasil dari setiap gerakan social. Perubahan social mungkin merupakan suatu kemajuan atau kemunduran, mungkin bersifat tetap atau sementara, mungkin terencana atau tidak terencana, mungkin hanya satu atau arah atau arahnya majemuk, mungkin menunjukkan sesuatu  yang menguntungkan atau merugikan, dan demikian seterusnya. Cepat atau lembat masyarakat akan mengalami perubahan sosial.  Perubahan sosia itu bersifat umum meliputi perubahan berbagai aspek dalam kehidupan masyarakat , samapi pada pergeseran, persebaran umur, tingkat pendidikan, hubungan antar warga, baik warga dalam masyarakat pada umumya maupun dalam lingkungan kerja.
Akibat dari perubahan sosial itu, terjadi perkembangan pranata(institutional ization) dan pergeseran nilai (value shift). Pada perubahan pranata itu terjadi peninjauan kembali pranata (reinstitutionalization). Pada proses perubahan pranata itu sudah pasti terjadi pergeseran-pergeseran nilai yang luhur menjadi lumrah atau biasa, hal-hal yang asalnya sakral (dianggapa suci) menjadi tidak lagi suci (profan).
Pada proses perubahan sosial termasuk yang kita konsepkan sebagai pembangunan, ada pihak atau subjek penggeraknya. Penggerak perubahan (agent of change) itu, bias perseorangan,lembaga atau pemerintah, pihak-pihak tadi, selain memiliki kepedulian yang tinggi terhadap perubahan dan pembangunan, juga memiliki kemampuan raasional serta wawasan keruangan yang mantap. Sebagai penggerak perubahan, ia tidak hanya  mampu melihat kenyataan hari ini, baik berkenaan dengan sumber daya alam dan sumber daya manusia, maupun berkenaan dengan  lingkungan hidup yang menjadi wadah serta wahana perubahan  dan pembangunan, namun ia mampu juga melihat perspektif aspak-aspek tadi untuk masa yang akan dating. Dengan demikian, perubahan yang di gerakkannya, tidak hanya sekedar perubahan, melainkan merupakan pembangunan yang bermakna sejahtera, serasi dan seimbang antara kehidupan dan lingkungan.  Peradapan manusia saat ini, wajib memiliki kepedulian menciptakan  SDM yang berkualitas tinggi sesuai dengan tuntutan kehidupan dan zaman yang penuh dengan persaingan dan tantangan.

BAB III KESIMPULAN
Dari uraian di atas dapat di simpulkan bahwa perubahan terjadi seiring dengan adanya konflik yang membentuk kelompok baru dan kelas social yang baru. kebudayaan itu melekat dengan masyarakat.Kebudayaan merupakan suatu sistem yang kait-mengait. Perkembangan dan kemajuan kebudayaan suatu masyarakat, tidak lepas dari kemajuan yang di alami oleh masyarakat yang lainnya.Kebudayaan dengan masyarakatnya merupakan sistem terbuka (open system), apalagi dalam abad informasi yang sedang kita alami dewasa ini.Karena pada era globalisasi ini sudah banyak perubahan yang muncul seiring dengan SDM dan juga iptek serta olah piker dari para masyarakat yang menggerakkan sehingga terjadi perubahan menuju kemajuan dan pembaharuan.
Sistem budaya asing terus berkontak dengan sistem-sistem budaya yang ada di Indonesia dan sedikit banyak akan berpengaruh terhadap sistem-sistem budaya yang ada lewat kemajuan tegnologi komunikasi, transportasi, dan aneka kontak antar bangsa lainnya.
 
DAFTAR PUSTAKA
Sulistyono, T. 2001. Sosioantropologi Pendidikan. Yogyakarta: FIP UNY                                                                                                           
Suyata Drs. MSc., Ph.D. 2000. Sosio-Antropologi Pendidikan. Yogyakarta: FSP FIP UNY
Nursid Sumaatmadja DR. 1998. Manusia dalam Konteks sosial, budaya, dan lingkungan hidup. Bandung: Alfabeta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar